Nasehat Ulama


Mustahil bila Nabi -shallahu ‘alaihi wa sallam- telah mengajarkan umatnya tata cara istinja’ (bersuci dari najis) namun tidak mengajarkan tentang tauhid.
Imam Darul Hijrah, Malik bin Anas -rahimahullah-, I’tiqadul Arba’ah, hal. 9.
Barangsiapa mentadabburi Kitabullah serta membaca Kitabullah dengan penuh perenungan, niscaya dia akan mendapati bahwasanya seluruh isi al-Qur’an; dari al-Fatihah sampai an-Naas, semuanya berisi dakwah tauhid. Ia bisa jadi berupa seruan untuk bertauhid, atau bisa juga berupa peringatan dari syirik.
Terkadang ia berupa penjelasan tentang keadaan orang-orang yang bertauhid dan keadaan orang-orang yang berbuat syirik. Hampir-hampir al-Qur’an tidak pernah keluar dari pembicaraan ini. Ada kalanya ia membahas tentang suatu ibadah yang Allah syari’atkan dan Allah terangkan hukum-hukumnya, maka ini merupakan rincian dari ajaran tauhid…
Syaikh Ibrahim bin ‘Amir ar-Ruhaili hafizhahullah, Transkrip Syarh al-Qawa’id al-Arba’, hal. 22
Tidak ada suatu perkara yang memiliki dampak yang baik serta keutamaan yang beraneka ragam seperti halnya tauhid. Karena sesungguhnya kebaikan di dunia dan di akherat itu semua merupakan buah dari tauhid dan keutamaan yang muncul darinya.
Syaikh as-Sa’di rahimahullahal-Qaul as-Sadid fi Maqashid at-Tauhid, hal. 16
Sesungguhnya tali-tali ikatan Islam akan lepas satu demi satu, bila tumbuh dalam Islam orang yang tidak memahami kejahiliyahan.
Umar bin Khaththab, Al-Fawaid, hal 202.
Iman itu bukan hanya hiasan dan angan-angan, akan tetapi ia adalah sesuatu yang tertanam dalam lubuk hati dan dibuktikan dengan amal perbuatan.
Hasan Al-Bashri, Syarhul Aqidah Thahawiyah, hal. 339.
Berlindunglah kalian kepada Allah dari khusyuknya kemunafikan. “Ada yang menanyakan, “Apakah khusyuknya kemunafikan itu?” Ia menjawab, “Yaitu ketika penampilannya kelihatan khusyuk padahal hatinya tidak khusyuk.
Abu Darda, Syifatush Shafwah, I : 636.

Orang yang berusaha mengetahui Rabbnya sehingga ia menyimpulkan keberadaan-Nya yang berujung pada pemikirannya, maka ia termasuk musyabbihah. Jika keyakinan pada ketiadaan-Nya ia termasuk mu’athil. Dan jika yakin akan keberadaannya serta mengakui ketidakmampuannya untuk mengetahui-Nya maka dia ahli tauhid.
Imam Syafi’i, Al-Burhanul Muayyad, hal. 16.
Barangsiapa menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya, sungguh ia telah kafir dan barangsiapa yang mengingkari sifat Allah maka ia telah kafir, dan bukanlah meyakini sifat yang Allah dan Rasul-Nya telah tetapkan sebagai penyerupaan (tasybih).
Nu’aim bin Hamad AlKhaza’i, Al-Irsyad ila Shahihil I’tiqad, hal. 147.
Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment

0 komentar:

Posting Komentar